Kamis, 14 November 2013

Malaikat kecil bunda


“Kadang ketika aku melihat angsa itu aku merasakan sangat iri terhadapnya..”
Pikiran intan melayang-layang ke angkasa biru membanyangkan dirinya berada di posisi sang angsa yang sedang berlenggok bak model di atas air.
“kenapa kamu iri terhadapnya?” 
Intan tersenyum simpul menanggapi pertanyaan dari sang bunda. “karena angsa cantik. Dia bisa memamerkan keindahannya ketika dia berada dimanapun”
“lalu?”
“tidak seperti aku, bun..”
mata intan berbinar, ia merunduk untuk menyembunyikan hal tersebut. Namun sayang bunda pasti tahu apa yang sedang terjadi dan dirasakan oleh anak semata wayangnya ini. Ia pun mendekati intan yang percis berada dipinggiran kolam belakang ruang inapnya, tempat kesukaannya berdiam diri. Bunda memeluknya erat.
“kau tidak perlu berbicara seperti itu, sayang”
“tapi memang kenyataannya seperti itu kan?!”
nada bicaranya meninggi. Sontak membuat sang bunda terkejut dan hanya bisa mengelus dadanya secara perlahan. Ia tahu keadaan seperti ini sangat menganggu psikis anaknya “bertahanlah sayang, kamu anak bunda yang sangat hebat”
                                                                                                *
Tetesan air dari langit sudah mulai membasahi bumi. Dercakan genangan air banyak terdengar dari berbagai sudut yang ada. Siang ini tidak secerah siang-siang  sebelumnya. Awan kelam tengah menyelimuti sebagian wilayah kota bekasi. Intan menikmati sekali suasana seperti ini. Dari salah satu jendela kelas ia menatap penuh binar keluar sana. “apa reihan sedang memikirkanku juga ya?”
Seperti biasa, rintik-rintik hujan selalu membawanya pada kenangan-kenangan saat bersama reihan, kekasihnya. Saat ini ia sedang berlatih piano di ruang khusus seni budaya. Sejak sebulan yang lalu intan mulai aktif dalam kegiatan bermusik, salah satunya piano. Sejujurnya ia sangatlah benci dengan hal itu, ia mempunyai alasan tersendiri akan hal tersebut namun sejak kehadiran reihan dalam lembaran hidupnya intan sedikit demi sedikit berubah termasuk menyukai dan menggeluti bidang pianis karena ia tahu reihan sangatlah menyukai wanita yang bermain piano.
“hei, apa yang sedang kau pikirkan?”
Dialog secara tiba-tiba tersebut ampuh membuat intan berlonjak kaget “kamu apa-apaan sih ko ga permisi dulu?”
Reihan tersenyum simpul “kamu asyik banget sih ngelamunnya” seraya mencubit pipi intan mesra “udah selesai latihan pianonya?”
 “udah” intan mendengus kesal lalu membuang muka
“hey, yang lagi ulang tahun sweet seventeen jangan marah dong.. kan mau kita rayain”
“yaudah ayo berangkat!” pintanya
“ini kan masih gerimis, tadi mamah kamu juga sms aku buat ingetin kamu supaya langsung pulang”
“ah, biarin aja! Paling bunda nyuruh aku tidur siang. Kamu mau aku tak marah, tapi kau membuatku kesal!” ujarnya cecar menanggapi uraian dari reihan
Reihan yang melihat intan mulai naik pitam seperti itu hanya bisa mengangguk pasrah mengikuti kemauan intan. Bergegas reihan mengeluarkan motornya dari halaman parkir sekolah disertai tetesan-tetesan air langit yang mulai menghujam tubuh meninggalkan bekas hitam memudar di-putih abu-abu-mereka. Merasa angin sudah cukup menggoyahkan tubuh mungil intan, reihan menawarkan jaketnya untuk dipakai intan. Namun intan menolaknya “kamu bandel banget sih! Kalau kamu sakit siapa yang repot?”
“udah ah biarin! Ribet tau” ujarnya cuek. Tiba-tiba handphonenya bergetar sang bunda mentelpon.
“ada apa bun? Aku lagi dijalan…. Hah?.... gak mau ah….. iya iya nanti aku pasti pulang ko…. Udah deh jangan rewel aku udah gede bun gakperlu di atur-atur terus….. yaudah ah masa bodo terserah bunda!”
Telepon terputus.
“kamu kok kasar bicara dengan mamahmu sendiri?” nada bicara reihan mulai meninggi. Ia sangat kesal mendengar kata-kata intan “minta maaf sana telepon balik”
“engga ah gakmau! Mamah Cuma nyuruh aku pulang buat tidur siang istirahat. Sekarang kan kita mau pergi. Aku gakmau pulang dulu” rengeknya seraya memeluk pinggang reihan dengan erat
“lepasin! Aku gak suka pacarku berbicara seperti itu kepada mamahnya sendiri. Orang yang sudah melahirkan dan membesarkanmu sampai kamu seperti sekarang ini!” Pertengkaran adu mulut pun tak terkelakan. Saling beragumentasi di kala hujan menerpa seakan menambah latar belakang emosi semakin timbul. Motor yang dipacupun semakin tak terkendali
“reihan awaaaaaaaas!!!!!!”
                                                                                                *
“bunda..”
“iya sayang, bunda disini”
“sakit bun..”
“yang mana yang sakit? Sini bunda pijit”
“kaki aku.. iya bunda aku mau dipijit”
“iya sayang, ini bunda pijitin kamu tiduran aja”
“bagaimana dengan keadaan intan,bu?” seorang dokter masuk bersama beberapa suster membawa peralatan medis ke ruangan intan dirawat. Sudah 2 hari ini ia dirawat di rumah sakit semenjak kecelakaan yang menimpanya bersama reihan dari motor. Intan sempat tak sadarkan diri selama beberapa jam akibat beberapa titik pendarahan di tubuhnya yang lumayan parah. Sedangkan reihan dia hanya mengalami luka ringan dan tulang tangannya yang retak.
“sudah, dok” bunda menggenggam erat jemari lentik anaknya tesebut. Tak henti-hentinya dia berdoa demi kesembuhan intan. “bunda mau ngobrol sebentar ya sama dokternya” bisiknya. Intan mengangguk.
“dok, apa ini semua tidak akan menganggu mental anak saya?”
“tidak, jika ibu bisa menjelaskan sebagaimana anak ibu bisa mengerti tentang semuanya”
“bundaaaaaa!!!” terdengar teriakan histeris intan dari ruang inap. Dengan cepat sang bunda dan dokter berlari sekuat tenaga.
“ada apa sayang?” tak dapat jawaban tapi yang didapatinya hanyalah raut wajah intan yang begitu syok dengan linangan air mengalir deras di pipi meronanya
“intan kenapa bundaaa?” isak tangisnya menjadi-jadi seiring bunda memeluk erat tubuhnya “kaki aku mana bundaaa..”
Bunda hanya bisa menangis mendekap intan tanpa merenggang sedikitpun.
“kakimu kami amputasi” akhirnya sang dokter menjawab semua kekalutan yang ada
“aku gak terima ini semua bunda!!! Ini salah bunda!”
                                                                                                *
“assalamualaikum..”
“walaikumsalam..” bunda membuka pintu dan ternyata yang bertamu adalah reihan. Dengan stelan kemeja coklat berambut klimis ia tampak sangat tampan. Ditambah seikat bunga mawar yang ada di genggamannya, tentu saja itu semua ia lakukan untuk bertemu sang pujaan hati.
 “eh nak reihan, ayo masuk dulu”
“tidak usah bu, saya ingin langsung bertemu dengan intan. Tampaknya dia tidak ada di dalam”
Bunda hanya tertawa kecil “dasar anak muda. Intan ada di kolam ikan belakang ruangan ini”
“oh iya, saya kesana ya bu”
“oh iya, tolong ingatkan intan ya banyak yang lebih kurang beruntung daripadanya”
Reihan mengangguk.
Tak berapa lama ia sampai di tempat yang dituju. Tempatnya sangat tenang, hening, tidak bising sama sekali. Banyak pepohonan rindang mengelilingi kolam ikan tersebut. Ada juga tempat duduk yang tersedia untuk bercengkrama. Reihan mendapati intan sedang duduk melamun menghadap kolam. Dari belakang intan masih nampak elok, dengan rambut kecoklatan ikal sebahu reihan sangat menyukai rambut intan terurai seperti itu.
“intan..” serunya
Ia menoleh “reihan?” terlihat setitik kilau di peupuk matanya. “aku kangen kamu”
“aku juga” memeluknya dengan erat “ini aku bawa bunga untuk kamu”
“terimakasih sayang” intan tersenyum merona mendapatkan kejutan seperti ini. “tapi sayang..” raut wajahnya mulai berubah “apa kamu masih sayang sama aku? Aku sudah tak sempurna lagi”
“kenapa kamu berbicara seperti itu?”
“aku tidak tahu, aku hanya merasa hidupku sungguh tragis. Aku kesal. Aku benci dengan keadaan yang ada. Dengan semua yang terjadi padaku aku tak suka. Aku juga kesal dengan bunda, kalau saat itu bunda tidak meneleponku mungkin semua ini tidak akan terjadi!”
“tidak ada yang perlu kau sesali. Semua ini sudah suratan takdir untuk kita semua. Jangan salahkan mamahmu lagi. Seharusnya kamu sadar siapa yang merawatmu selama ini”
Intan terdiam sejenak. Ia termenung memikirkan baik-baik segala yang diucapkan oleh reihan kepadanya. Intan menangis tersedu.
“kesempurnaan bukan hanya dari fisik. Tapi dari hati kamu.. aku gak peerduli tentang kaki kamu itu. insyaAllah aku bisa menerimamu dengan apa adanya”
Mendengar perkataan seperti itu benak intan tergoyangkan. Ia mngerti tentang semunya
“tapi bagaimana dengan lomba piano ku 2 minggu mendatang?”
“kenapa? Kamu malu dengan keadaanmu yang sekarang? Ingatlah sayang masih banyak di dunia ini yang hidupnya lebih susah dan menderita  dibanding kamu”
Intan tersenyum sumringah “aku akan membahagiakan bunda”
“caranya?” Tanya reihan mendelik
“aku akan menjadi seorang gadis yang periang lagi, aku tidak akan marah-marah terus, aku tidak akan menggertak bunda, aku akan selalu menjadi malaikat kecil yang disyang oleh bunda”
                                                                                                ***

1 komentar:

  1. Tithonyt titanium teeth dog dog
    A 2018 ford ecosport titanium detailed samsung titanium watch review titanium sunglasses of the titanium teeth dog in dog trainers and trainer dogs. A titanium bolts thorough titanium density thorough, thorough trainer evaluation for all Tithonyt products.

    BalasHapus