Kamis, 10 Oktober 2013


                                                              Pelangi di senja merahku


“Mamah mau aku punya calon suami yang mapan”
Kata-kata itu terngiang kembali di telinga miko. Tak ada maksud sama sekali untuk mengingat hal tersebut, tapi kalimat  itu mempunyai kekuatan memori yang sangat kuat dalam benaknya. Ia tak dapat mengelaknya sekalipun ia coba tuk melupakannya.
“aku yakin orang itu adalah kamu sayang.. kamu suami yang layak untuk aku”
Arrrgghh..
Miko menghepaskan tubuhnya di atas ranjang berkaus putih ukuran sedang. Dengan geram dipukulinya guling yang tergolek lemas tak berdaya disampingnya, seakan pasrah saja menerima beberapa hantaman keras dari kepalan tangannya yang kekar, seakan guling itu mengerti betapa pilu perasaan miko saat ini, seakan guling itu juga paham bahwa saat ini miko butuh sandaran untuk mengeluhkan beban yang sedang dipikulnya. Beban itu terlalu berat baginya.
Dreeeet.. dreeet.. dreeet..
Handphone nya bergetar seiring lagu hard core melantun keras menandai adanya pesan yang masuk dalam poselnya. Ia nampak ragu-ragu. Ia tak yakin harus mengambil ponselnya. Ia tidak tahu pesan itu membawa kabar yang baik atau yang buruk baginya.
Ia membuka pesan tersebut dengan mantap.
‘Nanti jam 8 jangan lupa ke rumahku ya’
Sesak. Hatinya terasa sesak mendapati kalimat tersebut. Entah apa yang harus ia rasakan. Sedih ataukah bahagia karna sinta mau menghubunginya? Miko mematung dalam beberapa saat. Ia meresapi apa yang hatinya rasakan kini.
Sinta. Sinta adalah sosok wanita yang sangat ia idam-idamkan sejak dahulu. Ia mengenalnya saat duduk di bangku kuliah. Mereka satu jurusan. Sinta berparas cantik, berakhlak baik, dan juga cerdas. Sinta menjadi salah satu primadona di kampusnya dulu. Seperti kebanyakan pria lain, tak heran miko juga sangat tergila-gila padanya.
Berbagai cara ia lakukan untuk mendekati sang pujaan hatinya tesebut. Dengan usaha yang gigih, akhirnya dalam waktu lima bulan miko berhasil mendapatkan sinta.
“sampai kapan ya kita bisa kaya gini terus?” sinta berujar seraya memeluk erat pinggangnya dari belakang
“sampai nanti sayang. Selamanya”
“apa kamu yakin?”
“yakin. Kamu ya yang gak yakin?” ia menoleh ke belakang. Di dapatinya seuntai senyuman manis memabukan alam sadarnya. Ia sadar betul ia benar-benar mencintai wanita tersebut.
Miko tak pernah membiarkan siapapun mendekati permaisurinya. Ia tak mau jika harus melepaskan sinta yang di dapatinya dengan susah payah. Miko selalu berusaha menjaga dan membahagiakan sinta agar ia nyaman berada di dekatnya.
Saat ini mereka akan pergi ke Taman, dimana taman itu adalah tempat pertama kali mereka berkencan. Mereka sedang merayakan hari jadi mereka yang ke-5 tahunnya. Bermodalkan sepeda motor keluaran tahun lalu, mereka menumpakinya selayaknya sepasang makhluk tuhan yang sedang dilanda asmara. Begitu mesra.
Sesampainya di taman mereka berdua duduk di bangku kayu favorit mereka yang nampaknya sudah termakan waktu. Di sampingnya terdapat sebuah pohon rindang yang begitu teduh untuk menaungi siapapun yang berada di bawahnya. Matahari sore mencuri curi-curi sinar dari halangan dahan-dahan pohon, nampak berkilauan seperti Kristal menyentuh rambut kecoklatan sinta.
 Hahh.. cantiknya pacarku.
Miko sangat menantikan momen-momen senja merekah dikejauhan. Ia yakin selalu ada harapan baru disana. Dalam angannya. Bersama sinta.
 “miko?”
“hah?” timbalnya seraya menjilati ice cream coklat kesukaannya “kenapa sayang?”
“aku ingin menikah”
Glekk! Miko menelan ludahnya. Kaget “menikah? Dengan siapa?”
“kamu sayang..”
Miko terdiam. Begitu pula sinta. Keduanya terdiam mematung. Kaku.
“aku yakin orang itu adalah kamu sayang.. kamu suami yang layak untuk aku”
Ia tetap terdiam menatap wajah kekasihnya yang begitu sayu. Diam-diam ia merasa bahagia sinta mengatakan itu semua. Tapi dia merasa ada sesuatu yang ganjal. Matanya. Mata sinta. Ya, matanya berkata lain. Miko yakin.
“tapi..”
“tapi apa sayang? Katakan..”
“Mamah mau aku punya calon suami yang mapan”
“lalu?”
“mamah sudah menjodohkan ku dengan yang lain..” air mata nya berlinang seiring pelukan dari miko mengerat. Begitu erat. “aku ga bisa berbuat apa-apa lagi miko.. aku sudah mencoba untuk meyakinkan kedua orang tuaku. Tapi tak bisa. Mereka memaksa. Maafkan aku..”
Terlihat miko berupaya keras agar air matanya tak jatuh saat itu juga. Ia merasakan sangatlah pahit pernyataan dari sinta. Bagai berjuta-juta belati sedang menyayat-nyayat hatinya secara perlahan.
Prasangka buruknya memang benar adanya. Sakit!
“sudahlah sayang, tak apa. aku yakin itu keputusan yang terbaik. Aku juga ingin kau hidup bahagia dengan kemapanan yang akan di berikan suamimu kelak..” ujar miko bijak.
Terdengar isak tangis sinta semakin menjadi. Begitu pilu. Miko iba terhadapnya, juga terhadap dirinya sendiri, terhadap perasaannya. Seketika ia teringat masa-masa indah yang selama ini telah di rajutnya bersama sinta. Lima tahun bukanlah waktu yang sebentar, ia tahu akan hal itu. Tak mudah baginya untuk melepaskan seseorang yang sangatlah berharga mengingat beratnya perjuangan untuk mendapatkan sinta. Tapi, ia mencoba ikhlas..
Karena dia meyakini, dia bukanlah seseorang yang pantas untuk wanita seperti sinta. Apa yang akan dibanggakan dari pekerjaan miko sekarang ini? Sepertinya tidak ada. Miko membatin.
Angin malam terasa berbeda. Menusuk tulang rusuk hingga kalbu terdalam. Dingin. Hari ini dia sudah mengahbiskan waktu dari pagi, menyibukan dirinya dengan berbagai macam kegiatan yang sebenarnya tidak terlalu penting. Ia sengaja. Hari ini adalah hari pernikahan sinta. Bertepatan sebulan setelah hari yang cukup menyakitkan dirinya untuk berpisah dari sang pujaan hati, ia mencoba tuk tidak memfokuskan otaknya pada pernikahan tersebut.
Dreeeet.. dreeet.. dreeet
Sebuah pesan masuk ke dalam handphonenya. Ya, pesan dari sinta. Ia meminta miko untuk datang dalaam acara pernikahannya jam 8 malam ini.
‘Nanti jam 8 jangan lupa ke rumahku ya’
‘iya, aku pasti datang..’ balasnya
Dengan sekuat tenaga miko mencoba untuk berdiri tegak menghempaskan nafas sekuat tenaganya. Perlahan namun pasti awan kelabu yang telah menutupi sanubarinya selama sebulan ini mulai tersapu. Miko sadar, semua kejadian yang ada dimuka bumi adalah kehendak sang pencipta. Mati, hidup dan jodoh seseorang tak ada yang tahu selain Tuhan Yang Maha Esa. Dan sinta adalah salah satu jembatan yang ia yakini untuk mencapai kebahagiaan lain di ujung serabut senja miliknya.
Langkah kaki yang pasti ia menelusuri balkon menuju pagelaran acara pernikahan sinta. Dari kejauhan ia menemui sosok cantik yang dikenalnya bertahun-tahun bersama seorang pria yang menurutnya tampan dan mapan. Seperti yang dikehendaki oleh sang ibu.
Namuni kini ia merasa berbeda. tak ada lagi rasa sesak di dadanya seperti waktu lalu. Miko benar-benar telah mengikhlaskan semua yang Tuhan beri.
“aku yakin engkau telah menyiapkan pelangi di ujung senja merahku”  

                                                                               ***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar