Terburu-buru, sepasang kaki
jenjang itu berlari kecil menyusuri koridor sekolah. Seakan-akan ada sesuatu
yang mengejarnya dari belakang dengan cepat. Keringat yang mulai keluar dari
tepi keningnya tak menyurutkan langkahnya untuk tetap berlari, hingga ia berhenti
di depan salah satu pintu kelas, yaitu kelas 12 ipa 3. Reaksi cepat, mata
sipitnya mulai menyisir seisi ruangan. Daannn.. ketemu! Si target telah
terlihat. Ia pun langsung menarik tangannya dan membawanya ke sisi lapangan
basket.
“sayaaaang!!” suara manis itu
terdengar begitu nyaring di telinga si target yang tak lain dan tak bukan
adalah pacarnya sendiri. Aldo menatapnya penuh gusar.
“kenapa sih? Pagi-pagi udah
berisik”
“iihhhh.. kamu itu ngeselin ya!
Kamu gak ngerasa punya dosa?” tanyanya mendelik
“dosa apa sayang?”
“aduuh, kamu tuh lupa atau
pura-pura lupa sih?” kini mukanya mulai memerah. Amarahnya telah sampai ke
ubun-ubun hingga setitik air mata tampil di ujung pelupuk matanya.
“ Aku salah apa? Aku lupa apa?
Aku benar-benar gak tau” Aldo nampak kebingungan “udah dong.. malu tuh di
liatin anak-anak lain” imbuhnya
“kamu semalam kemana? Nomer kamu
ga bisa di hubungin. Aku nungguin kamu hampir 2 jam tapi kamu gak
dateng-dateng. Harusnya kan kita dinner buat rayain hari ulang tahun aku do!”
nada dinda mulai meninggi
Akhirnya tangisan dinda keluar
dan menjadi-jadi. Aldo terdiam dan merenung mengingat janjinya kepada sang
kekasih yang telah di pacarinya selama 2 tahun tersebut. Lalu dia melihat
pengingat di kalender handphonenya. Tertera pada jam 20.00 ‘candle light dinner
with dinda’. Plaak! Aldo menepuk
jidatnya dengan keras.
“ya Tuhan, maafin aku sayang aku
lupa. Handphone ku semalam juga error, jadi aku non aktifin. Kamu jangan marah
ya” ucapnya penuh sesal. “gimana kalau aku ganti deh dinner kita yang semalem,
kita nonton aja malam ini, yuk? Aku traktir mie ramen deh 2 mangkok” aldo
mencoba membujuk dinda agar tak marah lagi kepadanya. Perlahan namun pasti,
mulai terlihat seuntai senyum tipis di raut wajah orientalnya dinda.
“oke” angguknya setuju
Aldo tersenyum lega. Ini sudah
kesekian kalinya aldo mengecewakannya. Namun dinda masih sanggup dan bersabar
menghadapi salah satu kebiasaan aldo yang menurutnya sangatlah aneh. Berbeda
dengan mantan-mantan aldo yang dulu, mereka tidak tahan terhadap sifat
pelupanya itu. Mulai dari membatalkan janji, sampai lupa akan hari ulang tahun
pacarnya sendiri, seperti yang tengah di alami oleh dinda. Maka dari itu tak
sedikit yang memilih mundur daripada banyak memakan hati karenanya. Tapi
entahlah dengan perasaan dinda, hati kecilnya selalu berkata bahwa ketidak
sempurnaan aldo lah yang mewarnai hidupnya..
“sayaaang..” mencubit mesra dagu kasar aldo. “Sabtu depan ikut acara anak-anak
kelas aku yuk”
“kemana?”
“ke puncak. Paling 3 hari disana.
Ngisi liburan aja sehabis ulangan. Mau yaaa?” pintanya. Tanpa argumen apapun
aldo langsung menyetujui permintaan dinda tersebut. Aldo berfikir mungkin
memang itu saatnya untuk ia bisa menghabiskan waktu kembali bersama dinda,
setelah beberapa lama otak dan fisik mereka telah terkuras pada ujian sekolah.
Ia memandang sejenak tatapan
teduh penuh binar di hadapannya yang selalu mampu membuatnya tenang.
Dinda, Akan
ku pastikan aku tak akan lupa kembali. Aku janji.
gumamnya
***
Selang beberapa waktu setelah
kejadian tersebut aldo mulai memperbaiki kebiasaan buruknya. Dinda selalu
mengingatkan apapun kegiatan yang akan di lakukannya setiap hari. Seperti saat
ini, ia baru saja rampung mengerjakan proyek sebuah usaha kuliner yang akan dirintis
bersama teman-temannya nanti. Aldo merebahkan tubuhnya di atas sprei biru muda
klub sepak bola ternama, ia melihat jam dinding yang terpampang manis di ujung
ranjangnya. Jam itu menunjukan pukul 11.00 siang.
4 jam
lagi harus jemput dinda.
“abang..” suara lembut ibu
memanggil di tengah-tengah aldo sedang menatap kosong langit-langit kamarnya.
Ternyata ibu sudah di depan pintu kamar aldo, mungkin sejak semenit yang lalu.
“ngapain kamu bengong, nak?”
“eh ibu, engga ko bu, Cuma lagi
istirahat aja karna capek. Ada apa bu manggil abang?”
“tolong kamu belanja ke
supermarket ya, beli bahan-bahan buat bikin kue pesanan ibu-ibu PKK komplek
sebelah. Pinggang ibu sakit lagi” ibu mengeluh, meminta aldo untuk berbelanja.
Aldo sangat memaklumi, sejak penyakit rematik yang menyerang ibu 2 tahun yang
lalu, itu sangat mengganggu ibu untuk beraktifitas. Tanpa menunggu aba-aba, dengan
sigap aldo beranjak dari kasurnya dan mengambil daftar belanja yang ada di
tangan ibunya dan berpamitan.
Sebenarnya aldo capek, ia ingin
sekali beristirahat. Tapi ibu, aah..
tak mungkin ia menolak permintaan ibu. Wajah yang mulai banyak kerutan di tepi
mata dan uban-uban yang mulai tumbuh itu sudah memperlihatkan fisiknya bukanlah
muda lagi. Ia sudah renta. Aldo tahu, hanya kepada aldolah ibu menggantungkan
harapan hidupnya di masa tua ini. Ayah aldo bekerja di pabrik bagian staff
biasa yang pasti sudah di ketahui upahnya pas-pasan. Adik aldo, kirana, sudah
meninggal 5 tahun yang lalu karena terkena DBD. Ibu hanya bisa membantu dengan
berjualan kue pesanan orang-orang. Karena itu, kalau bukan aldo siapa lagi yang
dapat membantu ibu?
Ia melirik jam tangannya, waktu
sudah menunjukan pukul 14.30, itu berarti sudah 3 jam setengah aldo berbelanja.
Karena ada beberapa bahan yang tidak ia dapati di supermarket maka ia harus
pergi ke pasar tradisional, itulah yang menghambatnya untuk segera pulang.
Hahh.. ibu
pasti menunggu lama
Aldo menghela napas panjang
sesampainya di muka rumah. Lalu ia mencari keberadaan ibu, dan ia mendapati ibu seddang di dapur mempersiapkan
alat-alat untuk membuat kue. “ini belanjaannya abang taruh di meja makan ya bu”
Ibu mengangguk pelan sebagai
jawaban “gak ada yang kelupaan kan?”
“hehe ibu, mudah-mudahan gak ada.
Yaudah aku ke rumah dinda ya bu”
“mau ngelancong ya?” ibu melirik dan tersenyum simpul menggoda aldo
“ah ibu, kaya gak tau anak muda aja. Yaudah aku mau langsung berangkat”
Aldo pun berangkat bermodalkan
sepeda motor matic kesayangannya berwarna merah metallic itu. Tak butuh waktu
yang lama, Cukup dengan 15 menit akhirnya aldo sampai di depan kediaman dinda.
Rumahnya nampak sedang tidak berpenghuni. Hanya ada seekor anjing coklat golden
yang tengah terikat di salah satu pohon di halamannya.
Teeet..
teeet.. teeet..
3 kali sudah aldo membunyikan bel
yang tersedia di pagar setinggi 2 meter tersebut. Satu menit – dua menit – tiga
menit – dinda tetap tak muncul untuk menemuinya. Aldo mulai kesal. Sekali lagi
ia membunyikan bel itu dengan durasi lebih panjang.
Teeeeeeeeet…
Dan benar saja, akhirnya dinda
keluar dan membukakan pintu pagar untuk aldo
“ngapain kamu kesini?” sorotan
matanya begitu tajam dan wajahnya yang mendongak, seakan-akan tak sudi akan
kedatangan aldo kerumahnya.
“ko kamu ketus gitu sih sayang?”
Dinda hanya bisa mencibir dan
melihat aldo dengan tatapan sinis “masuk aja dulu, udah gerimis” dinda
menyadari rintik rintik air dari langit yang gelap mulai jatuh dan sebentar
lagi akan turun hujan yang deras. Aldo mengikuti langkah dinda yang menuntunnya
mempersilahkan masuk dan duduk di ruang tamu. Rumahnya sangat sepi, yang
bersuara hanyalah televisi yang kini ada di hadapan mereka berdua.
“kamu kenapa ? Aku di cuekin lagi
sama kamu” aldo memulai pembicaraan untuk mencairkan suasana yang tegang. Sejak
tadi dinda sibuk dengan handphonenya. Dia tak menghiraukan aut wajah aldo yang
nampaknya sudah kebingungan dengan sikap dinginnya dinda. Dinda tak bergeming.
“aldo! Kamu itu benar-benar sudah
kelewatan!” hentakan dinda memecah keheningan di antara mereka setelah ia sadar
cukup lama ia mengacuhkan aldo. Sontak aldo kaget terperanjat mendengar
hentakan seperti itu.
“aku kenapa lagi sih, sayang?”
aldo menjawab acuh tak acuh dan melempar pandangannya pada layar televisi. Ia
tidak peduli lagi. Mendengar ocehan
dinda membuatnya semakin pusing
“ya tuhan, aldooo kamu itu . .”
Belum sempat dinda menyelesaikan
kata-katanya, tangan kekar aldo membungkam mulutnya dengan cepat “lihat berita
itu.. kamu jangan marah-marah terus..”
Dinda langsung duduk terdiam
menuruti perintah aldo untuk menyaksikan berita yang ada. Mereka melihat sang
reporter tengah meliput kejadian kecelakaan secara live dari kawasan puncak. Di
beritakan ada segerombolan motor dari luar daerah yang sedang melewati sebuah
jembatan kayu dan seketika jembatan itu roboh karena di perkiraan cuaca yang
saat itu memang sedang turun hujan dan air sungai langsung meluap. Semua motor
masuk ke dalam sungai. Sejumlah korban ditemukan tewas dan yang lainnya dalam
pencarian. Dari identitas yang ada, korban yang meninggal adalah para pelajar
dari SMA 01 jayakarta
“aldooooo..!! “ dinda menangis
histeris di pelukan aldo. aldo hanya bisa terdiam terpaku melihat mayat teman-temannya
dari balik layar dibawa dalam keadaan sudah tidak bernyawa lagi. Mereka berdua begitu
shock melihat kejadian tragis tersebut. Aldo memeluk dinda. Menenangkannya. Aldo
baru teringat akan janjinya kepada dinda untuk berlibur ke puncak bersama
teman-temannya hari ini, ya tadi siang saat aldo sedang pergi berbelanja. Aldo
benar-benar lupa. Tapi Aldo sangat bersyukur, kalau bukan karena dia lupa
dengan acara tersebut mungkin saat ini aldo tidak tahu bagaimana nasib mereka
berdua. Selamat atau berakhir sama dengan yang lainnya. Tubuh dinda bergetar
seiring tangis isaknya semakin kencang.
Aldo mendekap tubuh dinda erat.
Sangat erat “kita selamat sayang..”
*****